BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Dalam kehidupan ini, kita sering menilai sesatu itu mustahil karena akal
manusia yang terbatas dan terpaku dengan hukum-hukum alam atau hukum sebab
akibat yang telah kita ketahui. Sehingga kita sering menolak suatu yang tidak
sejalan dengan logika atau hukum yang berlaku.
Manusia dengan
akal yang dimilikinya tidak mampu merenungkan ciptaan Allah di muka bumi dan di
alam semesta. Mereka tidak mencoba untuk menyempatkan diri mentadabburi
kebesaran Tuhan yang terlukis pada alam semesta. Sehingga Allah mengutus setiap
rasul pada kaumnya. Kemudian bersamaan dengan itu Allah bekali setiap rasul
dengan mukjizat sebagai tandingan terhadap kemampuan diluar kebiasaan yang
berkembang ditengah-tengah kaumnya.
Kemampuan
luar biasa atau yang lebih sering dikenal sebagai mukjizat yang dimiliki oleh
setiap rasul untuk menandingi dan mengalahkan kemampuan luar biasa yang ada di
kaum mereka sehingga dengan adanya itu mereka tidak sanggup melawan dan
muncullah perasaan lemah dalam diri mereka yang pada akhirnya membawa mereka
pada keimanan dengan risalah yang dibawa oleh rasul.
Pembicaraan tentang kemukjizatan al-Qur’an merupakan suatu mukjizat
tersendiri, dimana para peneliti tidak bisa mencapai kesempurnaan dari setiap
sisi-sisi kemukjizatannya.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa pengertian I’jaz Qur’an?
2.
Bagaimana tujuan dan sejarah I’jaz Qur’an?
3.
Apa saja macam-macam I’jaz Qur’an?
4.
Apa saja segi-segi I’jaz Qur’an?
C.
TUJUAN
1.
Mengetahui pengertian I’jaz Qur’an.
2.
Mengetahui tujuan dan sejarah I’jaz Qur’an.
3.
Mengetahui macam-macam I’jaz Qur’an.
4.
Mengetahui segi-segi I’jaz Qur’an.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN I’JAZ
QUR’AN
Sudah menjadi kelaziman dari munculnya seorang rasul
dengan seruan agama baru untuk disertai mu’jizat. Dengan mu’jizat itu seorang
rasul baru diberdayakan oleh Allah untuk sanggup membalikkan pandangan umatnya
yang sedang mengalami fase keterkaguman dengan salah satu aspek kehidupan
keduniaan, menuju jalan Allah yang lurus. Sejarah nabi dan rasul menunjukkan
kebhinekaan corak mu’jizat yang tidak lain sebagai respon logis dari tuntutan
realitas kehidupan umat.
Fenomena al-Qur’an sebagai mu’jizat, berikut segala
segi dan fungsinya, akan banyak ditelaah dalam tulisan ini. Pembahasan al-Qur’an
sebagai mu’jizat oleh para ulama masih menyisahkan perbedaan pendapat tentang
derivasi serta domain kemu’jizatan al-Qur’an ditambah lagi munculnya pendapat
yang cenderung melimitasi pada segi kemu’jizatan dengan menafikan segi yang
lain.
I’jaz menurut bahasa artinya melemahkan, sedangkan
mu’jizat artinya sesuatu yang luar biasa, yang ajaib atau yang menakjubkan.
Menurut istilah, mu’jizat adalah sesuatu yang bernilai sangat tinggi dan bias
mengungguli seluruh masalah yang berkembang.[1]
I’jaz ialah membuktikan kelemahan. I’jaz ialah ketidakmampuan
mengerjkan sesuatu, lawan dari kekuasaan atau kesanggupan. Apabila I’jaz telah
terbukti, tampaklah kekuasaan mu’jiz.
Kata I’jaz adalah masdar dari kata I’jaz artinya
lemah. Adapun maksud dari I’jaz adalah menampakkan kebenaran Nabi Muhammad saw.
dalam tugas kerasulannya dengan menampakkan kelemahan masyarakat Arab dan
generasi-generasi berikutnya untuk menentangnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa I’jaz al-Qur’an
adalah ilmu yang membahas tentang
segi-segi kemu’jizatan al-Qur’an agar menjadi pelajaran bagi umat
manusia.
Mukjizat didefinsikan oleh para agama Islam, antara
lain, sebagai suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang
yang mengaku nabi, sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada
orang-orang yang ragu, untuk melakukan atau mandatangkan hal serupa. Mukjizat
didefinisikan pula sebagai sesuatu luar biasa yang dipelihatkan Allah melalui
para nabi dan rasul-Nya, sebagai bukti atas kebenaran pengakuan kenabian dan
kerasulannya.[2]
Unsur-unsur yang terdapat pada mukjizat adalah
sebagai berikut:
1.
Hal atau
peristiwa yang luar biasa.
2.
Terjadi atau
dipaparkan oleh seorang yang mengaku Nabi.
3.
Mengandung
tantangan terhadap yang meragukan kenabian.
4.
Tantangan
tersebut tidak mampu atau gagal dilayani.[3]
B.
SEJARAH
DAN TUJUAN I’JAZ AL-QUR’AN
Ada ulama yang berpendapat, orang yang kali pertama menulis I'jazul Qur’an
ialah Abu Ubaidah (wafat 208 H) dalam kitab Majazul Qur’an. Lalu disusul oleh
Al-Farra (wafat 207 H) yang menulis kitab Ma'anil Qur’an. Kemudian disusul Ibnu
Quthaibah yang mengarang kitab Ta'wilu Musykilil Qur’an.
Pernyataan tersebut dibantah Abd. Qohir Al-Jurjany dalam kitabnya Dalailul
I'jaz, bahwa semua kitab tersebut di atas bukan ilmu I'jazul Qur’an, melainkan
sesuai dengan nama judul-judulnya itu.
Menurut Dr. Shubhi Ash-Sholeh dalam kitabnya Mabahis Fi Ulumil Qur’an,
bahwa orang yang kali pertama membicarakan I'jazul Qur'an adalah Imam Al-Jahidh
(wafat 255 H), ditulis dalam kitab Nuzhumul Qur'an. Hal ini seperti
diisyaratkan dalam kitabnya yang lain, Al-Hayawan. Lalu disusul Muhammad bin
Zaid Al-Wasithy (wafat 306 H) dalam kitab I'jazul Qur'an, yang banyak mengutip
isi kitab Al-Jahidh tersebut di atas. Kemudian dilanjutkan Imam Ar-Rumany (wafat
384 H) dalam kitab Al-I'jaz, yang isinya mengupas segi-segi kemukjizatan al-Qur’an.
Lalu disusul oleh Al-Qadhi Abu Bakar Al-Baqillany (wafat 403 H) dalam kitab
I'jazul Qur'an, yang isinya mengupas segi-segi kebalaghahan al-Qur’an, di
samping segi-segi kemukjizatannya. Kitab ini sangat populer. Kemudian disusul
Abd. Qohir Al-Jurjany (wafat 471 H) dalam kitab Dala'ilul I'jaz dan Asrarul
Balaghah.
Para pujangga modern seperti Mushthofa Shodiq Ar-Rofi'y menulis tentang
ilmu ini dalam kitab Tarikhul Adabil Arabi dan Prof. Dr. Sayyid Quthub dalam
buku At-Tashwirul Fannifil Qur'an dan At-Ta'birul Fanni Fil Qur'an.
Dalam konteks uraian tentang kemukjizatan al-Qur’an, maka yang dimaksud
dengan "Al-Qur’an" adalah minimal satu surah walau pendek, atau tiga
ayat atau satu ayat yang panjang seperti ayat "Al-Kursi" (QS
Al-Baqarah [2]: 255). Pembatasan minimal ini dipahami dari tahapan-tahapan
tantangan Allah kepada setiap orang yang meragukan kebenaran al-Qur’an sebagai
firman-Nya.
Selanjutnya tujuan I’jaz al-Qur’an adalah:
1.
Untuk
membuktikan kerasulan Nabi Muhammad saw.
2.
Untuk membuktikan
bahwa kitab suci al-Qur’an benar-benar merupakan wahyu dari Allah SWT.
3.
Untuk
menunjukkan kelemahan mutu sastra dan balaghah bahasa manusia.
4.
Untuk menujukkan
kelemahan daya upaya dan rekayasa manusia.[4]
C.
MACAM-MACAM
MUKJIZAT
Secara
garis besar, mukjizat dapat dibagi dalam
dua bagian pokok, yaitu mukjizat yang bersifat material indrawi yang tidak
kekal dan mukjizat imaterial, logis dan dapat dibuktikan sepanjang masa.
Mukjizat nabi-nabi terdahulu merupakan jenis pertama. Mukjizat mereka bersifat material
dan indrawi dalam arti keluarbiasaan tersebut dapat disaksikan atau dijangkau
langsung lewat indera oleh masyarakat tempat mereka menyampaikan risalahnya.
Perahu
nabi Nuh yang dibuat atas petunjuk Allah sehingga mampu bertahan dalam situasi
ombak dan gelombang yang demikian dahsyat. Tidak terbakarnya nabi Ibrahim a.s.
dalam kobaran api yang sangat besar. Berubah wujudnya tongkat nabi Musa a.s.
menjadi ular. Penyembuhan yang dilakukan oleh nabi Isa a.s. atas izin Allah,
dan lain-lain, kesemuanya bersifat material indrawi, sekaligus terbatas pada
lokasi tempat mereka berada, dan berakhir dengan wafatnya mereka. Ini berbeda
dengan mukjizat nabi Muhammad saw. yang sifatnya bukan indrawi atau material,
tetapi dapat dipahami akal. Karena sifatnya yang demikian, ia tidak dibatasi
oleh suatu tempat atau masa tertentu. Mukjizat al-Qur’an dapat dijangkau oleh
setiap orang yang menggunakan akalnya di mana dan kapan pun.
Perbedaan
ini disebabkan oleh dua hal pokok:
1.
Para nabi sebelum nabi Muhammad saw.
ditugaskan untuk masyarakat dan masa tertentu. Karena itu, mukjizat mereka
hanya berlaku untuk masa dan masyarakat tersebut, tidak untuk sesudah mereka.
Ini berbeda dengan nabi Muhammad yang diutus untuk seluruh umat manusia sampai
akhir zaman sehingga bukti kebenaran ajarannya harus selalu ada dimana dan
kapan pun berada.
2.
Manusia mengalami perkembangan dalam
pemikirannya. Umat para nabi, khususnya sebelum nabi Muhammad, membutuhkan
bukti kebenaran yang sesuai dengan tingkat pemikiran mereka.bukti tersebut
harus demikian jelas dan langsung terjangkau oleh indera mereka. Akan tetapi,
setelah manusia mulai beranjak ke tahap kedewasaan berpikir, bukti yang
bersifat indrawi tidak dibutuhkan lagi. Itulah sebabnya, nabi Muhammad saw.
ketika diminta bukti-bukti yang sifatnya demikian oleh mereka yang tidak
percaya, beliau diperintahkan Allah untuk menjawab:
“Katakanlah,
Mahasuci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?”
D.
SEGI-SEGI I’JAZ AL-QUR’AN
Yang dimaksud segi-segi I’jazul Qur’an ialah hal-hal yang ada pada al-Qur’an
yang menunjukkan bahwa kitab itu adalah benar-benar wahyu Allah SWT, dan
ketidakmampuan jin dan manusia untuk membikin hal-hal yang sama seperti yang
ada pada al-Qur’an.
1.
Segi Bahasa
dan Susunan Redaksinya
Sejarah
telah menyaksikan bahwa bangsa Arab pada saat turunnya al-Qur’an telah mencapai
tingkat yang belum pernah dicapai oleh bangsa satu pun di dunia ini, baik
sebelum dan sesudah mereka dalam bidang kefasihan bahasa (balaghah). Mereka
juga telah meramba jalan yang belum pernah diinjak orang lain dalam
kesempurnaan menyampaikan penjelasan (al-bayan), keserasian dalam menyusun
kata-kata, serta kelancaran logika.
Oleh karena
bangsa Arab telah mencapai taraf yang begitu jauh dalam bahasa dan seni sastra,
karena sebab itulah al-Qur’an menantang mereka. Padahal mereka memiliki
kemampuan bahasa yang tidak biasa dicapai orang lain seperti kemahiran dalam
berpuisi, syi’ir atau prosa. Namun walaupun begitu mereka tetap dalam
ketidakberdayaan ketika dihadapkan dengan al-Qur’an.
Dari sini
bisa disimpulkan bahwa setiap perbuatan yang tidak mampu oleh seorang pun,
sementara sarana-sarana yang diperlukan secara berlimpah, sedang motivasi juga
kuat, maka itu menandakan adanya ketidakmampuan dikerjakannya pekerjaan itu.
Dan apabila hal itu telah terbukti, serta kita tahu bahwa bangsa Arab telah
ditantang al-Qur’an namun tak mampu menjawabnya, meakipun mereka sangat ingin
melakukannya dan memiliki sarana yang kuat untuk itu. Maka tahulah kita bahwa
tantangan itu merupakan tantangan yang tidak mampu mereka layani.
2.
Segi Isyarat
Ilmiah
Pemakanaan
kemukjizatan al-Qur’an dalam segi ilmiah adalah dorongan serta stimulasi
al-Qur’an kepada manusia untuk selalu berpikir keras atas dirinya sendiri dan
alam semesta yang mengitarinya. Al-Qur’an memberikan ruangan sebebas-bebasnya
pada pergulan pemikiran illmu pengetahuan sebagaimana halnya tidak ditemukan
pada kitab-kitab agama lainnya yang malah cenderung restiktif. Pada akhirnya
teori ilmu pengetahuan yang telah lulus uji kebenaran ilmiahnya akan selalu
koheren dengan al-Qur’an. Al-Qur’an dalam mengemukakan dalil-dalil, argumen
serta penjelasan ayat-ayat ilmiah, menyebutkan isyarat-isyarat ilmiah yang
sebagiannya baru terungkap pada zaman atom, planet dan penaklukan angkasa luar
sekarang ini. Diantaranya adalah:
óOs9urr& tt tûïÏ%©!$# (#ÿrãxÿx. ¨br& ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur $tFtR%2 $Z)ø?u $yJßg»oYø)tFxÿsù ( $oYù=yèy_ur z`ÏB Ïä!$yJø9$# ¨@ä. >äóÓx« @cÓyr ( xsùr& tbqãZÏB÷sã ÇÌÉÈ
Artinya:”Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui
bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian
Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang
hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?”(QS. Al-Anbiya’:30)
Dalam ayat ini
terdapat isyarat ilmiah tentang sejarah tata surya dan asal mulanya yang padu,
kemudian terpisah-pisahnya benda-benda langit (planet-planet), sebagian dari
yang lain secara gradual. Begitu juga di dalamnya terdapat isyarat tentang
asal-usul kehidupan yaitu dari air.
$uZù=yör&ur yx»tÌh9$# yxÏ%ºuqs9 $uZø9tRr'sù z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB çnqßJä3»oYøs)ór'sù !$tBur óOçFRr& ¼çms9 tûüÏRÌ»s¿2 ÇËËÈ
Artinya:”Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan
Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan
sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.”(QS. Al-Hijr: 22)
Ayat ini
memberikan isyarat tentang peran angin dalam turunnya hujan begitu juga tentang
pembuahan serbuk bunga tumbuh-tumbuhan.
3.
Segi Pemberitaan yang Ghaib
Surat-surat dalam al-Qur’an mencakup banyak berita
tentang hal ghaib. Kapabilitas al-Qur’an dalam memberikan informasi-informasi
tentang hal-hal ghaib seakan menjadi persyarat utama penopang eksistensinya sebagai
kitab mukjizat. Akan tetapi pemberian informasi akan segala hal yang ghaib
tidak memonopoli seluruh aspek kemukjizatan al-Qur’an itu sendiri. Diantara
contohnya adalah:
a.
Keghaiban masa
lampau. Al-Qur’an sangat jelas dan fasih sekalii dalam menjelaskan cerita
masalalu seakan-akan menjadi saksi mata yang langsung mengikuti jalannya
cerita. Dan tidak ada satupun dari kisah-kisah tersebut yang terbukti
kebenarannya.
b.
Kisah Fir’aun
(QS. Al-Qashash: 4)
¨bÎ) cöqtãöÏù xtã Îû ÇÚöF{$# @yèy_ur $ygn=÷dr& $YèuÏ© ß#ÏèôÒtGó¡o Zpxÿͬ!$sÛ öNåk÷]ÏiB ßxÎn/xã öNèduä!$oYö/r& ¾ÄÓ÷ÕtGó¡our öNèduä!$|¡ÏR 4 ¼çm¯RÎ) c%x. z`ÏB tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÍÈ
Artinya:”Sesungguhnya Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan
menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka,
menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan
mereka. Sesungguhnya Fir'aun Termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.”(QS.
Al-Qashash:4)
c.
Keghaiban masa
sekarang. Terbukanya niat busuk orang munafik masa Rasulullah.
z`ÏBur Ĩ$¨Y9$# `tB y7ç6Éf÷èã ¼ã&è!öqs% Îû Ío4quysø9$# $u÷R9$# ßÎgô±ãur ©!$# 4n?tã $tB Îû ¾ÏmÎ6ù=s% uqèdur $s!r& ÏQ$|ÁÏø9$# ÇËÉÍÈ
Artinya:”Dan diantara manusia ada orang yang
ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada
Allah (atas kebenaran) isi hatinya, Padahal ia adalah penantang yang paling
keras.”(QS.
Al-Baqarah: 204)
d. Keghaiban
masa yang akan datang. (QS. Ar-Rum 2-4)
4.
Segi
Petunjuk Penetapan Hukum Syara’
Diantara
hal-hal yang mencengangkan akal dan tak mungkin dicari penyebabnya selain bahwa
al-Qur’an adalah wahyu Allah SWT, adalah terkandungnya syariat palling ideal
bagi umat manusia, undang-undang yang paling lurus bagi kehidupan, yang dibawa
al-Qur’an untuk mengatur kehidupan manusia yang mencakup seluruh aspek
kehidupan manusia. Antara lain contohnya:
a. Keadilan.
* ¨bÎ) ©!$# ããBù't ÉAôyèø9$$Î/ Ç`»|¡ômM}$#ur Ç!$tGÎ)ur Ï 4n1öà)ø9$# 4sS÷Ztur Ç`tã Ïä!$t±ósxÿø9$# Ìx6YßJø9$#ur ÄÓøöt7ø9$#ur 4 öNä3ÝàÏèt öNà6¯=yès9 crã©.xs? ÇÒÉÈ
Artinya:”Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku
adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang
dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”(QS.
An-Nahl: 90)
b. Mencegah
pertumpahan darah. “Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani
Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang
itu (membunuh0 orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi,
maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang
memelihara kehidupan seoarang manusia, maka di seolah-olah dia telah memelihara
kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka
Rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian
banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam
berbuat kerusakan di muka bumi.”
Pertahanan untuk
menghancurkan fitnah dan agresi.
öNèdqè=ÏG»s%ur 4Ó®Lym w tbqä3s? ×poY÷FÏù tbqä3tur ßûïÏe$!$# ¬! ( ÈbÎ*sù (#öqpktJR$# xsù tbºurôãã wÎ) n?tã tûüÏHÍ>»©à9$# ÇÊÒÌÈ
Artinya:”Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan
(sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti
(dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap
orang-orang yang zalim.”(QS. Al-Baqarah: 193) [5]
E. PERBEDAAN PENDAPAT DIKALANGAN ULAMA
Para ulama
berbeda pendapat tentang ketidakmampuan manusia menandingi al-Qur’an dari aspek
bahasa. Pendapat pertama mengatakan bahwa ketidakmampuan manusia itu karena
ketinggian dan keindahan susunan bahasa (balaghah)-nya.
Tokoh dari para ulama ini adalah As-Suyuthi.
Pendapat
kedua mengatakan bahwa ketidakmampuan manusia menandingi al-Qur’an karena shirfah, yakni Allah memalingkan manusia
untuk tidak menentang al-Qur’an atau menghilangkan kemampuan manusia untuk
menandingi al-Qur’an. Tokohnya adalah An-Nadzham.[6]
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat
disimpulkan:
1.
I’jaz al-Qur’an
adalah ilmu yang membahas tentang segi-segi
kemu’jizatan al-Qur’an agar menjadi pelajaran bagi umat manusia.
2.
Tujuan I’jaz
al-Qur’an adalah:
a.
Untuk
membuktikan kerasulan Nabi Muhammad saw.
b.
Untuk
membuktikan bahwa kitab suci al-Qur’an benar-benar merupakan wahyu dari Allah
SWT.
c.
Untuk
menunjukkan kelemahan mutu sastra dan balaghah bahasa manusia.
d.
Untuk menujukkan
kelemahan daya upaya dan rekayasa manusia.
3.
Secara garis besar, mukjizat dapat dibagi dalam dua bagian
pokok, yaitu mukjizat yang bersifat material indrawi yang tidak kekal dan
mukjizat imaterial, logis dan dapat dibuktikan sepanjang masa.
4.
Segi-segi I’jazul Qur’an ialah hal-hal yang ada pada
al-Qur’an yang menunjukkan bahwa kitab itu adalah benar-benar wahyu Allah SWT,
dan ketidakmampuan jin dan manusia untuk membikin hal-hal yang sama seperti
yang ada pada al-Qur’an.
DAFTAR
PUSTAKA
Mutawally, Muhammad. 1984. Mukjizat al-Qur’an. Bandung: Risalah.
Husain Al-Munawwar, Said Agil.
1994. I’jaz Al-Qur’an dan Metodologi
Tafsir. Semarang: Dimas.
Anwar M.Ag., Drs. Rosihon. 2000. Ulumul Qur’an. Bandung: CV Pustaka
Setia.
Nurjanah, Siti. 2013. Ulum Al-Qur’an. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada.
[2] Said Agil Husain Al-Munawwar, I’jaz Al-Qur’an dan Metodologi Tafsir, (Semarang:
Dimas, 1994), hlm. 1.
[3]
Drs. Rosihon Anwar M.Ag., Ulumul Qur’an, (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2000), hlm. 190.
[4]
Siti Nurjanah, Ulum Al-Qur’an, (Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada, 2013), hlm. 118.
[5]
Dra. Siti Nurjanah, M.Ag, Op.cit, hlm. 119-124.
[6] Drs. Rosihon Anwar, M.Ag., Op.cit, hlm. 208.
3 komentar:
Assalamua'laikum wr,wb
:) kak mau tannya tapi bukan masalah makalah ni, tapi soal bolgnnya, gy mn sih kak buat tampilan bognnya bisa keren gini , simpel tapi keren :)
blz ya ka :D
kursordi blog nya buat jijik
Posting Komentar