Jumat, 24 April 2015

MAKALAH ULUMUL QURAN - I'JAZ AL-QURAN



BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan ini, kita sering menilai sesatu itu mustahil karena akal manusia yang terbatas dan terpaku dengan hukum-hukum alam atau hukum sebab akibat yang telah kita ketahui. Sehingga kita sering menolak suatu yang tidak sejalan dengan logika atau hukum yang berlaku.
Manusia dengan akal yang dimilikinya tidak mampu merenungkan ciptaan Allah di muka bumi dan di alam semesta. Mereka tidak mencoba untuk menyempatkan diri mentadabburi kebesaran Tuhan yang terlukis pada alam semesta. Sehingga Allah mengutus setiap rasul pada kaumnya. Kemudian bersamaan dengan itu Allah bekali setiap rasul dengan mukjizat sebagai tandingan terhadap kemampuan diluar kebiasaan yang berkembang ditengah-tengah kaumnya.
Kemampuan luar biasa atau yang lebih sering dikenal sebagai mukjizat yang dimiliki oleh setiap rasul untuk menandingi dan mengalahkan kemampuan luar biasa yang ada di kaum mereka sehingga dengan adanya itu mereka tidak sanggup melawan dan muncullah perasaan lemah dalam diri mereka yang pada akhirnya membawa mereka pada keimanan dengan risalah yang dibawa oleh rasul.
Pembicaraan tentang kemukjizatan al-Qur’an merupakan suatu mukjizat tersendiri, dimana para peneliti tidak bisa mencapai kesempurnaan dari setiap sisi-sisi kemukjizatannya.

B.       RUMUSAN MASALAH
1.         Apa pengertian I’jaz Qur’an?
2.         Bagaimana tujuan dan sejarah I’jaz Qur’an?
3.         Apa saja macam-macam I’jaz Qur’an?
4.         Apa saja segi-segi I’jaz Qur’an?


C.      TUJUAN
1.         Mengetahui pengertian I’jaz Qur’an.
2.         Mengetahui tujuan dan sejarah I’jaz Qur’an.
3.         Mengetahui macam-macam I’jaz Qur’an.
4.         Mengetahui segi-segi I’jaz Qur’an.





BAB II
PEMBAHASAN

A.      PENGERTIAN I’JAZ QUR’AN

Sudah menjadi kelaziman dari munculnya seorang rasul dengan seruan agama baru untuk disertai mu’jizat. Dengan mu’jizat itu seorang rasul baru diberdayakan oleh Allah untuk sanggup membalikkan pandangan umatnya yang sedang mengalami fase keterkaguman dengan salah satu aspek kehidupan keduniaan, menuju jalan Allah yang lurus. Sejarah nabi dan rasul menunjukkan kebhinekaan corak mu’jizat yang tidak lain sebagai respon logis dari tuntutan realitas kehidupan umat.
Fenomena al-Qur’an sebagai mu’jizat, berikut segala segi dan fungsinya, akan banyak ditelaah dalam tulisan ini. Pembahasan al-Qur’an sebagai mu’jizat oleh para ulama masih menyisahkan perbedaan pendapat tentang derivasi serta domain kemu’jizatan al-Qur’an ditambah lagi munculnya pendapat yang cenderung melimitasi pada segi kemu’jizatan dengan menafikan segi yang lain.
I’jaz menurut bahasa artinya melemahkan, sedangkan mu’jizat artinya sesuatu yang luar biasa, yang ajaib atau yang menakjubkan. Menurut istilah, mu’jizat adalah sesuatu yang bernilai sangat tinggi dan bias mengungguli seluruh masalah yang berkembang.[1]
I’jaz ialah membuktikan kelemahan. I’jaz ialah ketidakmampuan mengerjkan sesuatu, lawan dari kekuasaan atau kesanggupan. Apabila I’jaz telah terbukti, tampaklah kekuasaan mu’jiz.
Kata I’jaz adalah masdar dari kata I’jaz artinya lemah. Adapun maksud dari I’jaz adalah menampakkan kebenaran Nabi Muhammad saw. dalam tugas kerasulannya dengan menampakkan kelemahan masyarakat Arab dan generasi-generasi berikutnya untuk menentangnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa I’jaz al-Qur’an adalah ilmu yang membahas tentang  segi-segi kemu’jizatan al-Qur’an agar menjadi pelajaran bagi umat manusia.
Mukjizat didefinsikan oleh para agama Islam, antara lain, sebagai suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang yang mengaku nabi, sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada orang-orang yang ragu, untuk melakukan atau mandatangkan hal serupa. Mukjizat didefinisikan pula sebagai sesuatu luar biasa yang dipelihatkan Allah melalui para nabi dan rasul-Nya, sebagai bukti atas kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulannya.[2]
Unsur-unsur yang terdapat pada mukjizat adalah sebagai berikut:
1.         Hal atau peristiwa yang luar biasa.
2.         Terjadi atau dipaparkan oleh seorang yang mengaku Nabi.
3.         Mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian.
4.         Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani.[3]

B.       SEJARAH DAN TUJUAN I’JAZ AL-QUR’AN

Ada ulama yang berpendapat, orang yang kali pertama menulis I'jazul Qur’an ialah Abu Ubaidah (wafat 208 H) dalam kitab Majazul Qur’an. Lalu disusul oleh Al-Farra (wafat 207 H) yang menulis kitab Ma'anil Qur’an. Kemudian disusul Ibnu Quthaibah yang mengarang kitab Ta'wilu Musykilil Qur’an.
Pernyataan tersebut dibantah Abd. Qohir Al-Jurjany dalam kitabnya Dalailul I'jaz, bahwa semua kitab tersebut di atas bukan ilmu I'jazul Qur’an, melainkan sesuai dengan nama judul-judulnya itu.
Menurut Dr. Shubhi Ash-Sholeh dalam kitabnya Mabahis Fi Ulumil Qur’an, bahwa orang yang kali pertama membicarakan I'jazul Qur'an adalah Imam Al-Jahidh (wafat 255 H), ditulis dalam kitab Nuzhumul Qur'an. Hal ini seperti diisyaratkan dalam kitabnya yang lain, Al-Hayawan. Lalu disusul Muhammad bin Zaid Al-Wasithy (wafat 306 H) dalam kitab I'jazul Qur'an, yang banyak mengutip isi kitab Al-Jahidh tersebut di atas. Kemudian dilanjutkan Imam Ar-Rumany (wafat 384 H) dalam kitab Al-I'jaz, yang isinya mengupas segi-segi kemukjizatan al-Qur’an. Lalu disusul oleh Al-Qadhi Abu Bakar Al-Baqillany (wafat 403 H) dalam kitab I'jazul Qur'an, yang isinya mengupas segi-segi kebalaghahan al-Qur’an, di samping segi-segi kemukjizatannya. Kitab ini sangat populer. Kemudian disusul Abd. Qohir Al-Jurjany (wafat 471 H) dalam kitab Dala'ilul I'jaz dan Asrarul Balaghah.
Para pujangga modern seperti Mushthofa Shodiq Ar-Rofi'y menulis tentang ilmu ini dalam kitab Tarikhul Adabil Arabi dan Prof. Dr. Sayyid Quthub dalam buku At-Tashwirul Fannifil Qur'an dan At-Ta'birul Fanni Fil Qur'an.
Dalam konteks uraian tentang kemukjizatan al-Qur’an, maka yang dimaksud dengan "Al-Qur’an" adalah minimal satu surah walau pendek, atau tiga ayat atau satu ayat yang panjang seperti ayat "Al-Kursi" (QS Al-Baqarah [2]: 255). Pembatasan minimal ini dipahami dari tahapan-tahapan tantangan Allah kepada setiap orang yang meragukan kebenaran al-Qur’an sebagai firman-Nya.
Selanjutnya tujuan I’jaz al-Qur’an adalah:
1.         Untuk membuktikan kerasulan Nabi Muhammad saw.
2.         Untuk membuktikan bahwa kitab suci al-Qur’an benar-benar merupakan wahyu dari Allah SWT.
3.         Untuk menunjukkan kelemahan mutu sastra dan balaghah bahasa manusia.
4.         Untuk menujukkan kelemahan daya upaya dan rekayasa manusia.[4]

C.      MACAM-MACAM MUKJIZAT

Secara garis  besar, mukjizat dapat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu mukjizat yang bersifat material indrawi yang tidak kekal dan mukjizat imaterial, logis dan dapat dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat nabi-nabi terdahulu merupakan jenis pertama. Mukjizat mereka bersifat material dan indrawi dalam arti keluarbiasaan tersebut dapat disaksikan atau dijangkau langsung lewat indera oleh masyarakat tempat mereka menyampaikan risalahnya.
Perahu nabi Nuh yang dibuat atas petunjuk Allah sehingga mampu bertahan dalam situasi ombak dan gelombang yang demikian dahsyat. Tidak terbakarnya nabi Ibrahim a.s. dalam kobaran api yang sangat besar. Berubah wujudnya tongkat nabi Musa a.s. menjadi ular. Penyembuhan yang dilakukan oleh nabi Isa a.s. atas izin Allah, dan lain-lain, kesemuanya bersifat material indrawi, sekaligus terbatas pada lokasi tempat mereka berada, dan berakhir dengan wafatnya mereka. Ini berbeda dengan mukjizat nabi Muhammad saw. yang sifatnya bukan indrawi atau material, tetapi dapat dipahami akal. Karena sifatnya yang demikian, ia tidak dibatasi oleh suatu tempat atau masa tertentu. Mukjizat al-Qur’an dapat dijangkau oleh setiap orang yang menggunakan akalnya di mana dan kapan pun.
Perbedaan ini disebabkan oleh dua hal pokok:
1.         Para nabi sebelum nabi Muhammad saw. ditugaskan untuk masyarakat dan masa tertentu. Karena itu, mukjizat mereka hanya berlaku untuk masa dan masyarakat tersebut, tidak untuk sesudah mereka. Ini berbeda dengan nabi Muhammad yang diutus untuk seluruh umat manusia sampai akhir zaman sehingga bukti kebenaran ajarannya harus selalu ada dimana dan kapan pun berada.
2.         Manusia mengalami perkembangan dalam pemikirannya. Umat para nabi, khususnya sebelum nabi Muhammad, membutuhkan bukti kebenaran yang sesuai dengan tingkat pemikiran mereka.bukti tersebut harus demikian jelas dan langsung terjangkau oleh indera mereka. Akan tetapi, setelah manusia mulai beranjak ke tahap kedewasaan berpikir, bukti yang bersifat indrawi tidak dibutuhkan lagi. Itulah sebabnya, nabi Muhammad saw. ketika diminta bukti-bukti yang sifatnya demikian oleh mereka yang tidak percaya, beliau diperintahkan Allah untuk menjawab:
“Katakanlah, Mahasuci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?”




D.      SEGI-SEGI I’JAZ AL-QUR’AN

Yang dimaksud segi-segi I’jazul Qur’an ialah hal-hal yang ada pada al-Qur’an yang menunjukkan bahwa kitab itu adalah benar-benar wahyu Allah SWT, dan ketidakmampuan jin dan manusia untuk membikin hal-hal yang sama seperti yang ada pada al-Qur’an.

1.         Segi Bahasa dan Susunan Redaksinya
Sejarah telah menyaksikan bahwa bangsa Arab pada saat turunnya al-Qur’an telah mencapai tingkat yang belum pernah dicapai oleh bangsa satu pun di dunia ini, baik sebelum dan sesudah mereka dalam bidang kefasihan bahasa (balaghah). Mereka juga telah meramba jalan yang belum pernah diinjak orang lain dalam kesempurnaan menyampaikan penjelasan (al-bayan), keserasian dalam menyusun kata-kata, serta kelancaran logika.
Oleh karena bangsa Arab telah mencapai taraf yang begitu jauh dalam bahasa dan seni sastra, karena sebab itulah al-Qur’an menantang mereka. Padahal mereka memiliki kemampuan bahasa yang tidak biasa dicapai orang lain seperti kemahiran dalam berpuisi, syi’ir atau prosa. Namun walaupun begitu mereka tetap dalam ketidakberdayaan ketika dihadapkan dengan al-Qur’an.
Dari sini bisa disimpulkan bahwa setiap perbuatan yang tidak mampu oleh seorang pun, sementara sarana-sarana yang diperlukan secara berlimpah, sedang motivasi juga kuat, maka itu menandakan adanya ketidakmampuan dikerjakannya pekerjaan itu. Dan apabila hal itu telah terbukti, serta kita tahu bahwa bangsa Arab telah ditantang al-Qur’an namun tak mampu menjawabnya, meakipun mereka sangat ingin melakukannya dan memiliki sarana yang kuat untuk itu. Maka tahulah kita bahwa tantangan itu merupakan tantangan yang tidak mampu mereka layani.

2.         Segi Isyarat Ilmiah
Pemakanaan kemukjizatan al-Qur’an dalam segi ilmiah adalah dorongan serta stimulasi al-Qur’an kepada manusia untuk selalu berpikir keras atas dirinya sendiri dan alam semesta yang mengitarinya. Al-Qur’an memberikan ruangan sebebas-bebasnya pada pergulan pemikiran illmu pengetahuan sebagaimana halnya tidak ditemukan pada kitab-kitab agama lainnya yang malah cenderung restiktif. Pada akhirnya teori ilmu pengetahuan yang telah lulus uji kebenaran ilmiahnya akan selalu koheren dengan al-Qur’an. Al-Qur’an dalam mengemukakan dalil-dalil, argumen serta penjelasan ayat-ayat ilmiah, menyebutkan isyarat-isyarat ilmiah yang sebagiannya baru terungkap pada zaman atom, planet dan penaklukan angkasa luar sekarang ini. Diantaranya adalah:
óOs9urr& ttƒ tûïÏ%©!$# (#ÿrãxÿx. ¨br& ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur $tFtR%Ÿ2 $Z)ø?u $yJßg»oYø)tFxÿsù ( $oYù=yèy_ur z`ÏB Ïä!$yJø9$# ¨@ä. >äóÓx« @cÓyr ( Ÿxsùr& tbqãZÏB÷sムÇÌÉÈ    

Artinya:”Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?”(QS. Al-Anbiya’:30)
Dalam ayat ini terdapat isyarat ilmiah tentang sejarah tata surya dan asal mulanya yang padu, kemudian terpisah-pisahnya benda-benda langit (planet-planet), sebagian dari yang lain secara gradual. Begitu juga di dalamnya terdapat isyarat tentang asal-usul kehidupan yaitu dari air.
$uZù=yör&ur yx»tƒÌh9$# yxÏ%ºuqs9 $uZø9tRr'sù z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB çnqßJä3»oYøŠs)ór'sù !$tBur óOçFRr& ¼çms9 tûüÏRÌ»sƒ¿2 ÇËËÈ
Artinya:”Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.”(QS. Al-Hijr: 22)
Ayat ini memberikan isyarat tentang peran angin dalam turunnya hujan begitu juga tentang pembuahan serbuk bunga tumbuh-tumbuhan.
3.         Segi Pemberitaan yang Ghaib
Surat-surat dalam al-Qur’an mencakup banyak berita tentang hal ghaib. Kapabilitas al-Qur’an dalam memberikan informasi-informasi tentang hal-hal ghaib seakan menjadi persyarat utama penopang eksistensinya sebagai kitab mukjizat. Akan tetapi pemberian informasi akan segala hal yang ghaib tidak memonopoli seluruh aspek kemukjizatan al-Qur’an itu sendiri. Diantara contohnya adalah:
a.    Keghaiban masa lampau. Al-Qur’an sangat jelas dan fasih sekalii dalam menjelaskan cerita masalalu seakan-akan menjadi saksi mata yang langsung mengikuti jalannya cerita. Dan tidak ada satupun dari kisah-kisah tersebut yang terbukti kebenarannya.
b.    Kisah Fir’aun (QS. Al-Qashash: 4)
¨bÎ) šcöqtãöÏù Ÿxtã Îû ÇÚöF{$# Ÿ@yèy_ur $ygn=÷dr& $YèuÏ© ß#ÏèôÒtGó¡o Zpxÿͬ!$sÛ öNåk÷]ÏiB ßxÎn/xムöNèduä!$oYö/r& ¾ÄÓ÷ÕtGó¡our öNèduä!$|¡ÏR 4 ¼çm¯RÎ) šc%x. z`ÏB tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÍÈ  
Artinya:”Sesungguhnya Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir'aun Termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.”(QS. Al-Qashash:4)
c.    Keghaiban masa sekarang. Terbukanya niat busuk orang munafik masa Rasulullah.
z`ÏBur Ĩ$¨Y9$# `tB y7ç6Éf÷èム¼ã&è!öqs% Îû Ío4quŠysø9$# $u÷R9$# ßÎgô±ãƒur ©!$# 4n?tã $tB Îû ¾ÏmÎ6ù=s% uqèdur $s!r& ÏQ$|ÁÏø9$# ÇËÉÍÈ
Artinya:”Dan diantara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, Padahal ia adalah penantang yang paling keras.”(QS. Al-Baqarah: 204)
d.   Keghaiban masa yang akan datang. (QS. Ar-Rum 2-4)

4.         Segi Petunjuk Penetapan Hukum Syara’
Diantara hal-hal yang mencengangkan akal dan tak mungkin dicari penyebabnya selain bahwa al-Qur’an adalah wahyu Allah SWT, adalah terkandungnya syariat palling ideal bagi umat manusia, undang-undang yang paling lurus bagi kehidupan, yang dibawa al-Qur’an untuk mengatur kehidupan manusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Antara lain contohnya:
a.    Keadilan.
* ¨bÎ) ©!$# ããBù'tƒ ÉAôyèø9$$Î/ Ç`»|¡ômM}$#ur Ç!$tGƒÎ)ur ÏŒ 4n1öà)ø9$# 4sS÷Ztƒur Ç`tã Ïä!$t±ósxÿø9$# ̍x6YßJø9$#ur ÄÓøöt7ø9$#ur 4 öNä3ÝàÏètƒ öNà6¯=yès9 šcr㍩.xs? ÇÒÉÈ  
Artinya:”Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”(QS. An-Nahl: 90)
b.    Mencegah pertumpahan darah. “Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh0 orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seoarang manusia, maka di seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.”

Pertahanan untuk menghancurkan fitnah dan agresi.
öNèdqè=ÏG»s%ur 4Ó®Lym Ÿw tbqä3s? ×poY÷FÏù tbqä3tƒur ßûïÏe$!$# ¬! ( ÈbÎ*sù (#öqpktJR$# Ÿxsù tbºurôãã žwÎ) n?tã tûüÏHÍ>»©à9$# ÇÊÒÌÈ 
Artinya:”Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.(QS. Al-Baqarah: 193) [5]

E.       PERBEDAAN PENDAPAT DIKALANGAN ULAMA

Para ulama berbeda pendapat tentang ketidakmampuan manusia menandingi al-Qur’an dari aspek bahasa. Pendapat pertama mengatakan bahwa ketidakmampuan manusia itu karena ketinggian dan keindahan susunan bahasa (balaghah)-nya. Tokoh dari para ulama ini adalah As-Suyuthi.
Pendapat kedua mengatakan bahwa ketidakmampuan manusia menandingi al-Qur’an karena shirfah, yakni Allah memalingkan manusia untuk tidak menentang al-Qur’an atau menghilangkan kemampuan manusia untuk menandingi al-Qur’an. Tokohnya adalah An-Nadzham.[6]




BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan:
1.        I’jaz al-Qur’an adalah ilmu yang membahas tentang  segi-segi kemu’jizatan al-Qur’an agar menjadi pelajaran bagi umat manusia.
2.        Tujuan I’jaz al-Qur’an adalah:
a.         Untuk membuktikan kerasulan Nabi Muhammad saw.
b.         Untuk membuktikan bahwa kitab suci al-Qur’an benar-benar merupakan wahyu dari Allah SWT.
c.         Untuk menunjukkan kelemahan mutu sastra dan balaghah bahasa manusia.
d.        Untuk menujukkan kelemahan daya upaya dan rekayasa manusia.
3.        Secara garis  besar, mukjizat dapat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu mukjizat yang bersifat material indrawi yang tidak kekal dan mukjizat imaterial, logis dan dapat dibuktikan sepanjang masa.
4.        Segi-segi I’jazul Qur’an ialah hal-hal yang ada pada al-Qur’an yang menunjukkan bahwa kitab itu adalah benar-benar wahyu Allah SWT, dan ketidakmampuan jin dan manusia untuk membikin hal-hal yang sama seperti yang ada pada al-Qur’an.











DAFTAR PUSTAKA


Mutawally, Muhammad. 1984. Mukjizat al-Qur’an. Bandung: Risalah.

Husain Al-Munawwar, Said Agil. 1994. I’jaz Al-Qur’an dan Metodologi Tafsir. Semarang: Dimas.

Anwar M.Ag., Drs. Rosihon. 2000. Ulumul Qur’an. Bandung: CV Pustaka Setia.

Nurjanah, Siti. 2013. Ulum Al-Qur’an. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.






















[1] Muhammad Mutawally, Mukjizat al-Qur’an, (Bandung: Risalah, 1984), hlm. 9.
[2] Said Agil Husain Al-Munawwar, I’jaz Al-Qur’an dan Metodologi Tafsir, (Semarang: Dimas, 1994), hlm. 1.
[3] Drs. Rosihon Anwar M.Ag., Ulumul Qur’an, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), hlm. 190.
[4] Siti Nurjanah, Ulum Al-Qur’an, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2013), hlm. 118.
[5] Dra. Siti Nurjanah, M.Ag, Op.cit, hlm. 119-124.
[6] Drs. Rosihon Anwar, M.Ag., Op.cit, hlm. 208.

3 komentar:

Unknown mengatakan...

Assalamua'laikum wr,wb
:) kak mau tannya tapi bukan masalah makalah ni, tapi soal bolgnnya, gy mn sih kak buat tampilan bognnya bisa keren gini , simpel tapi keren :)

blz ya ka :D

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

kursordi blog nya buat jijik

Posting Komentar