PERUSAHAAN
DAN PRINSIP CSR
A.
Perusahaan
Perusahaan
adalah salah satu bentuk usaha yang mencari suatu keuntungan atau laba, baik
yang bergerak dalam bidang usaha perdangangan, bergerak dalam bidang usaha
produksi barang, dan bergerak dalam bidang usaha jasa dan memiliki struktur
organisasi, manajemen, lokasi dan karyawan atau pegawai. Jadi, suatu usaha yang
tidak memiliki struktur organisasi, manajemen, lokasi dan karyawan, tidak dapat
disebut sebagai perusahaan.
Perusahaan
sebagai suatu organisasi ekonomi, selalu berada dan ada ditengah masyarakat.
Perusahaan tidak mungkin berada diluar masyarakat, karena ia hidup, tumbuh dan
berkembang serta dikembangkan oleh masyarakat.[1]
Perusahaan sebagai subjek hukum mempunyai ciri tersendiri. Secara yuridis
beberapa peraturan dibidang hukum bisnis memberikan pengertian/defenisi tentang
perusahaan seperti yang tercantum dalam Pasal 1 butir 1 Undang-undang RI Nomor
8 Tahun 2007 tentang Dokumen Perusahaan, disebutkan perusahaan adalah setiap
bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan
tujuan memperoleh keuntungan atau maupun badan usaha yang melakukan kegiatan
secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan atau maupun
badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan
dan berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia (RI, UU Nomor 8 Tahun
1997).
Dari
rumusan di atas ada beberapa hal yang kiranya perlu dicatat:
1.
Perusahaan adalah setiap bentuk usaha
baik berbadan hukum maupun yang belum berbadan hukum. Pembedaan antara usaha
yang berbadan hukum dan belum berbadan hukum erat kaitannya dengan tanggung
jawab yang akan dipikul oleh pengelola perusahaan dalam hal perusahaan
mengalami kerugian ataupun mempunyai kewajiban terhadap pihak ketiga.
2.
Bahwa perusahaan adalah bertujuan
mencari keuntungan (profit oriented). Bagaimana perusahaan dapat diketahui
mempunyai untung atau tidak? dalam hal ini menarik dicermati apa yang dijabarkan
dalam Pasal 6 KUHD yang mengemukakan: bahwa “setiap orang yang menyelenggarakan
perusahaan diwajibkan untuk menyelenggarakan catatan-catatan menurut
syarat-syarat perusahaan tentang keadaan hartanya dan tentang apa saja yang
berhubungan dengan perusahaannya, dengan cara yang demikian sehingga dari
catatan yang diselenggarakan itu sewaktu-waktu dapat diketahui segala hak dan
kewajibannya. Hal ini sangat penting untuk mengetahui hak dan kewajiban
perusahaan”.
3.
Perusahaan wajib didaftarkan di kantor
perdagangan di wilayah mana perusahaan berdomisili. Kelahiran dan keberadaan
perusahaan tidak terlepas dari motif ekonomi, yakni untuk mencari keuntungan
yang sebesar-besarnya dengan biaya yang sekecil-kecilnya. Dalam pelaksanaan
motif ekonomi tersebut terkadang perusahaan lalai memperhatikan aspek tanggung
jawab sosialnya terhadap masyarakat, terutama masyarakat di lingkungan
mana perusahaan itu berada.[2]
B.
Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan
Terdapat dua pandangan tentang kepada siapa perusahaan
bertaggung jawab sosial.
1.
Model pemegang
saham dan model pihak yang berkepentingan. Pandangan ini disebut model pemegang
saham, menyebutkan bahwa satu-satunya tanggung jawab sosial yang dimiliki dunia
usaha adalah memaksimalkan keuntungannya. Dengan memaksimalkan keuntungan,
perusahaan memaksimalkan kekayaan dan kepuasan pemegang saham.
2.
Model pihak yang
berkepentingan, tanggung jawab sosial manajemen yang terpenting adalah
kelangsungan hidup jangka panjang (bukan hanya memaksimalkan laba), yang
dicapai dengan cara memuaskan keinginan berbagai pihak yang berkepentingan
terhadap perusahaan (bukan hanya pemegang saham). Pihak yang berkepentingan
adalah orang atau kelompok dengan kepentingan yang sah dalam perusahaan. Karena
pihak berkepentingan memiliki minat dan dipengaruhi oleh tindakan perusahaan,
maka mereka memiliki suatu “taruhan” dalam tindakan tersebut. Akibatnya
kelompok yang berkepentingan akan mencoba untuk mempengaruhi perusahaan agar
bertindak menurut keinginan mereka.
Tanggungjawab
sosial perusahaan dapat dimulai dalam lingkungan perusahaan dengan membina
hubungan kerja yang baik diberbagai tingkatan kedudukan yang ada di perusahaan
seperti misalnya memperhatikan kesejahteraan karyawan dan para buruh.
Menciptakan budaya keterbukaan (transparancy) diantara para karyawan dengan
manajemen perusahaan, baik terhadap berbagai informasi mengenai peraturan
perusahaan, misalnya tunjangan-tunjangan maupun informasi lain yang bekaitan
dengan kemajuan dan kemunduran perusahaan termasuk kinerja direksi.
Selain
hubungan di dalam perusahaan (internal), perusahaan dalam
mengendalikan roda bisnisnya juga berinteraksi dengan pihak-pihak di luar
perusahaan (eksternal) seperti pemerintah, pemasok dan masyarakat.
Hubungan dengan pihak-pihak di luar perusahaan seperti dengan masyarakat dan stakeholders lainnya juga harus dibina dengan baik, karena hubungan dengan pihak-pihak diluar perusahaan ini juga mempengaruhi aktivitas perusahaan.
Hubungan dengan pihak-pihak di luar perusahaan seperti dengan masyarakat dan stakeholders lainnya juga harus dibina dengan baik, karena hubungan dengan pihak-pihak diluar perusahaan ini juga mempengaruhi aktivitas perusahaan.
C.
Prinsip-prinsip
CSR (Corporate Social Responsibilty)
Prinsip-Prinsip yang harus dipegang dalam melaksanakan CSR antara
lain:
1.
Prinsip pertama
adalah kesinambungan atau sustainability. Ini bukan berarti perusahaan akan
terus-menerus memberikan bantuan kepada masyarakat. Tetapi, program yang
dirancang harus memiliki dampak yang berkelanjutan. CSR berbeda dengan donasi
bencana alam yang bersifat tidak terduga dan tidak dapat di prediksi. Itu
menjadi aktivitas kedermawanan dan bagus.
2.
Prinsip kedua,
CSR merupakan program jangka panjang. Perusahaan mesti menyadari bahwa sebuah
bisnis bisa tumbuh karena dukungan atmosfer sosial dari lingkungan di
sekitarnya. Karena itu, CSR yang dilakukan adalah wujud pemeliharaan relasi
yang baik dengan masyarakat. Ia bukanlah aktivitas sesaat untuk mendongkrak
popularitas atau mengejar profit.
3.
Prinsip ketiga,
CSR akan berdampak positif kepada masyarakat, baik secara ekonomi, lingkungan,
maupun sosial. Perusahaan yang melakukan CSR mesti peduli dan mempertimbangkan
sampai kedampaknya.
4.
Prinsip
keempat, dana yang diambil untuk CSR tidak dimasukkan ke dalam cost structure perusahaan sebagaimana
budjet untuk marketing yang pada akhirnya akan ditransformasikan keharga jual
produk. CSR yang benar tidak membebani konsumen.
Menurut Prof. Alyson Warshut dari University of Bath Inggris (1998),
mengajukan prinsip-prinsip Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai
berikut :
1.
Prioritas Korporat
Mengakui tanggung jawab sosial sebagai prioritas tertinggi korporat dan
penentu utama pembangunan berkelanjutan. Dengan begitu korporat bisa membuat
kebijakan, program dan praktek dalam menjalankan bisnisnya dengan cara yang
bertanggungjawab secara sosial.
2.
Manajemen Terpadu
Mengintegrasikan kebijakan, program dan praktek ke dalam setiap kegiatan
bisnis sebagai salah satu unsur manajemen dalam semua fungsi manajemen.
3.
Proses Perbaikan
Secara berkesinambungan memperbaiki kebijakan, program dan kinerja sosial
korporat, berdasar temuan riset mutakhir dan memahami kebutuhan sosial serta
menerapkan kriteria sosial tersebut secara internasional.
4.
Pendidikan Karyawan
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan serta memotivasi karyawan.
5.
Pengkajian
Melakukan kajian dampak sosial sebelum memulai kegiatan atau proyek baru
dan sebelum menutup satu fasilitas atau meninggalkan lokasi pabrik.
6.
Produk dan Jasa
Mengembangkan produk dan jasa yang tidak berdampak negatif secara sosial.
7.
Informasi Publik
Memberi informasi dan (bila diperlukan) mendidik pelanggan, distributor dan
publik tentang penggunaan aman, transportasi, penyimpanan dan pembuangan
produk, dan begitu pula dengan jasa.
8.
Fasilitas dan Operasi
Mengembangkan, merancang, dan mengoperasikan fasilitas serta menjalankan
kegiatan yang mempertimbangkan temuan kajian dampak sosial.
9.
Penelitian
Melakukan atau mendukung penelitian dampak sosial bahan baku, produk,
proses, emisi, dan limbah yang terkait dengan kegiatan usaha dan penelitian
yang menjadi sarana untuk mengurangi dampak negatif.
10.
Prinsip Pencegahan
Memodifikasi manufaktur, pemasaran atau penggunaan produk atau jasa,
sejalan dengan penelitian mutakhir, untuk mencegah dampak sosial yang bersifat
negatif.
11.
Kontraktor dan Pemasok
Mendorong penggunaan prinsip-prinsip tanggungjawab sosial korporat yang
dijalankan kalangan kontraktor dan pemasok, disamping itu bila diperlukan
mensyaratkan perbaikan dalam praktis bisnis yang dilakukan kontraktor dan
pemasok.
12.
Siaga menghadapi darurat
Menyusun dan merumuskan rencana menghadapi keadaan darurat, dan bila
terjadi keadaan berbahaya bekerjasama dengan layanan gawat darurat, instansi
berwenang dan komunitas lokal. Sekaligus mengenali potensi bahaya yang muncul.
13.
Transfer Best Practic
Berkontribusi pada pengembangan dan transfer praktik bisnis yang
bertanggungjawab secara sosial pada semua industri dan sektor publik.
14.
Memberi sumbangan
Sumbangan untuk usaha bersama, pengembangan kebijakan publik dan bisnis,
lembaga pemerintah dan lintas departemen pemerintah serta lembaga pendidikan
yang akan meningkatkan kesadaran tentang tanggungjawab sosial.
15.
Keterbukaan
Menumbuhkembangkan keterbukaan dan dialog dengan pekerja dan publik,
mengantisipasi dan memberi respon terhadap dampak operasi, produk, limbah atau
jasa.
16.
Pencapaian dan Pelaporan
Mengevaluasi kinerja sosial, melaksanakan audit sosial secara berkala dan
mengkaji pencapaian berdasarkan kriteria korporat dan peraturan
perundang-undangan dan menyampaikan informasi tersebut pada dewan direksi,
pemegang saham, pekerja, publik.[3]
DAFTAR PUSTAKA
Hartono,
Sri Rezeki. 2000. Kapita Selekta Hukum
Perusahaan. Bandung: Mandar Maju.
Sembiring, Sentosa.
Hukum Perusahaan Dalama Peraturan
Perundang-undangan. Bandung: Nusa Aulia.
Wibisono, Yusuf. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR. Gresik:
Fascho Publishing.
0 komentar:
Posting Komentar