BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kegiatan yang
dilakukan dalam suatu audit sangat tergantung kepada perusahaan yang diaudit.
Apabila klien merupakan perusahaan kecil, maka audit cukup dilakukan oleh satu
atau dua orang auditor dengan waktu pengerjaan audit yang relatif tidak begitu
lama, dan dengan honorarium audit yang tidak begitu besar. Namun apabila
perusahaan yang diaudit adalah perusahaan besar, apalagi kalau perusahaan
raksasa dengan ratusan anak perusahaan, maka dibutuhkan auditor dalam jumlah yang
banyak, waktu pengerjaan audit berbulan-bulan, dan honorarium audit yang sangat
tinggi. Dalam setiap audit baik audit pada perusahaan besar
maupun pada perusahaan kecil, selalu terdapat empat tahapan kegiatan, yaitu penerimaan
penugasan audit, perencanaan audit, pelaksanaan pengujian audit, dan pelaporan
temuan.
Dalam makalah ini
kami akan membahas tentang tahapan kegiatan audit atas laporan keuangan yang
pertama dan kedua, yaitu Penerimaan Penugasan dan Perencanaan Audit.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana langkah-langkah dalam penerimaan suatu
penugasan?
2.
Apa saja komponen-komponen perencanaan audit?
C.
TUJUAN
1.
Mengetahui langkah-langkah dalam penerimaan suatu
penugasan.
2.
Mengetahui komponen-komponen perencanaan audit.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENERIMAAN PENUGASAN
Penerimaan penugasan
merupakan tahap awal dalam suatu audit laporan, laporan keuangan adalah
mengambil keputusan untuk menerima (menolak) suatu kesempatan untuk menjadi
auditor untuk klien yang baru, atau untuk melanjutkan sebagai auditor bagi klien
yang sudah ada. Pada umumnya keputusan untuk menerima (menolak) ini sudah
dilakukan sejak enam hingga sembilan bulan sebelum akhir tahun buku yang akan
diperiksa.[1]
Dalam profesi akuntan
publik, terjadi persaingan yang cukup ketat antar kantor akuntan publik untuk
mendapatkan klien. Bagi suatu kantor akuntan publik, klien bisa merupakan klien
baru atau klien lama (yang sudah ada) yang diharapkan akan melanjutkan
memberikan penugasan audit pada tahun atau tahun-tahun berikutnya. Pergantian
auditor bisa terjadi karena bebagai alasan, yaitu:
1.
Klien merupakan hasil merger (penggabungan) antara beberapa
perusahaan yang semula memiliki auditor masing-masing yang berbeda.
2.
Ada kebutuhan untuk mendapat perluasan jasa professional.
3.
Tidak puas terhadap kantor akuntanpublik yang lama.
4.
Ingin mencari auditor dengan honorarium audit yang lebih
murah.
5.
Penggabungan antara beberapa kantor akuntan publik.
Auditor tidak wajib
menerima setiap permintaan untuk melakukan audit laporan keuangan yang diajukan
oleh calon kliennya. Apabila auditor memutuskan untuk menerima suatu penugasan
audit, maka auditor harus memikul tanggungjawab profesional terhadap masyarakat,
klien, dan terhadap anggota profesi akuntan publik yang lain. Auditor harus
menjaga kelangsungan kepercayaan masyarakat terhadap profesi dengan menjaga
independensi, integritas, dan obyektivitas. Terhadap anggota lain seprofesi,
auditor bertanggungjawab untuk turut meningkatkan dan menjaga nama baik
profesi, serta meningkatkan kemampuannya dalam memberi pelayanan kepada
masyarakat. Pertimbangan dalam memutuskan untuk menerima penugasan
juga berhubungan langsung dengan kemampuan auditor untuk memenuhi persyaratan
seperti diminta oleh standar auditing serta kode etik akuntan.
Perikatan adalah
kesepakatan kedua belah pihak untuk mengadakan suatu ikatan perjanjian. Dalam
perikatan audit, klien mengadakan suatu ikatan perjanjian dengan auditor. Klien
menyerahkan pekerjaan audit atas laporan keuangan kepada auditor dan auditor
sanggup melaksanakan pekerjaan audit tersebut berdasarkan kompetensi
profesionalnya. Langkah awal pekerjaan audit adalah pengambilan keputusan untuk
menerima atau menolak perikatan audit dari calon klien atau untuk menghentikan
atau melanjutkan perikatan audit dari klien berulang.[2]
Di bawah ini adalah langkah-langkah penerimaan penugasan
audit, antara lain:
1.
Mengevaluasi
Integritas Manajemen
Berbagai cara yang
dapat ditempuh oleh auditor dalam mengevaluasi integritas manajemen adalah:
a.
Melakukan komunikasi dengan auditor pendahulu
Bagi klien yang pernah
diaudit oleh auditor lain, pengetahuan tentang manajemen klien yang dimiliki
oleh auditor pendahulu merupakan informasi penting bagi auditor pengganti.
Sebelum menerima penugasan, PSA No.16, Komunikasi Antara Auditor Pendahulu
dengan Auditor Pengganti (SA 315.02), mengharuskan auditor pengganti untuk
berkomunikasi dengan auditor pendahulu, baik secara lisan maupun tertulis. Dalam
berkomunikasi, auditor pengganti harus mengajukan pertanyaan yang spesifik dan
wajar mengenai berbagai hal yang berpengaruh atas pengambilan keputusan
menerima atau penolak penugasan, seperti :
1)
Meminta keterangan kepada auditor pendahulu mengenai
masalah-masalah yang spesifik.
2)
Menjelaskan kepada calon klien tentang perlunya auditor
pengganti melaksanakan komunikasi dengan auditor pendahulu dan meminta
persetujuan dari klien untuk melakukan hal itu.
3)
Mempertimbangkan keterbatasan jawaban yang di berikan auditor
pendahulu. Maka auditor pengganti harus mempertimbangkan pengaruhnya dalam
memutuskan penerimaan atau penolakan perikatan audit dari calon klien.[3]
b.
Meminta keterangan kepada pihak ketiga
Informasi tentang intregrasi manajemen dapat
diperoleh dengan meminta keterangan kepada penasehat hukum, pejabat bank,
pengganti manajemen yang diberitahukan di surat kabar bisnis, review terhadap
laporan audit tahun sebelumnya yang di simpan di Bapepam, dan pihak lain dalam
masyarakan keuangan dan bisnis yang mempunyai hubungan bisnis dengan calon
klien. Kamar Dagang Indonesian (KADIN) dapat juga di pakai sebagai sumber
informasi untuk mengevaluasi intregitas manajemen.
c.
Mereview pengalaman auditor di masa lalu dengan klien
Sebelum mengambil
keputusan untuk melanjutkan penugasan dengan klien audit, auditor harus
mempertimbangkan secara cermat pengalaman hubungan kerja dengan manajemen klien
di masa lalu. Misalnya, auditor perlu mempertimbangkan adanya kekeliruan
atau kecurangan dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh klien yang ditemukan
dalam audit atas laporan keuangan tahun yang lalu. Dalam audit tahun lalu,
auditor mengajukan berbagai pertanyaan kepada manajemen tentang adanya hal-hal
bersyarat, kelengkapan notulen rapat dewan komisaris, kepatuhan klien terhadap
peraturan pemerintah.
2.
Mengidentifikasi
Keadaan Khusus dan Risiko Tidak Biasa
Hal-hal yang berhubungan dengan pengambilan keputusan untuk menerima
penugasan dalam tahap ini antara lain:
a.
Mengidentifikasi pemakaian laporan audit
Bapepam, badan pengaturan, bank dan lembaga
keuangan lain, pemegang saham, dan pasar modal adalah pemakai utama laporan
audit. Perusahaan publik yang sebagian kepemilikannya berada di tangan
masyarakat melalui mekanisme pasar modal berbeda tuntutan atas jasa audit
dibandingkan dengan perusahaan perorangan dan PT tertutup.
b.
Mendapatkan informasi tentang stabilitas keuangan dan legal
calon klien di masa depan
Jika suatu saat auditor mendapat informasi
bahwa klien sedang manghadapi tuntutan pengadilan, ada kemungkinan auditor akan
terlibat dalam perkara pengadilan yang dihadapi oleh calon kliennya tersebut.
Oleh karena itu, auditor dapat mempertimbangkan untuk menolak perikatan audit
dari klien.
c.
Mengevaluasi auditabilitas perusahaan klien
Informasi tentang dapat atau tidaknya laporan
keuangan calon klien diaudit dapat diketahui dari ketersediaan catatan
akuntansi penting, ketersediaan dokumen pendukung transaksi yang dicatat dalam
catatan akuntansi, memadainya pengendalian intern yang diterapkan dalam
perusahaan calon klien, pembatasan-pembatasan yang akan dikenakan oleh calon
klien kepada auditor dalam proses yang akan dilaksanakan.[4]
3.
Menilai
Kemampuan Untuk Memenuhi Standar Umum Auditing
Penilaian kemampuan
memenuhi standar umum terdiri dari 3 tahap:
a. Penentuan kompetensi untuk
melaksanakan audit
Standar umum pertama menuntut kompetensi teknis auditor
dalam melaksanakan penugasan audit. Standar tersebut menegaskan bahwa betapapun
kemampuan seseorang dalam bidang-bidang lain termasuk dalam bidang bisnis dan
keuangan, ia tidak dapat memenuhi persyaratan yang dimaksud dalam standar
tersebut. Ada dua langkah yang dilakukan untuk menentukan kompetensi
dalam melaksanakan audit:
1) mengindentifikasi tim audit yang diperlukan
2) mempertimbangkan perlunya konsultasi dan tenaga
spesialis
b. Pengevaluasian Independensi
Standar umum kedua menuntut sikap mental independent
auditor dalam melaksanakan audit . Standar tersebut mengharuskan
auditor besikap independent,artinya tidak mudah dipengaruhi karena ia
melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum.
c. Penentuan kemampuan
melaksanakan audit secara cermat dan seksama
Standar umum ketiga menyatakan bahwa dalam
pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya auditor wajib menggunakan kemahiran
profesionalnya dengan cermat dan seksama.
4.
Menyiapkan Surat Penugasan Audit
Surat penugasan audit dibuat oleh auditor untuk
kliennya. Surat ini berfungsi untuk mendokumentasikan dan menegaskan :
a.
penerimaan auditor atas penunjukan oleh
klien
b.
tujuan dan lingkup audit
c.
luas tanggung jawab yang dipikul oleh
auditor bagi kliennya dan tanggung jawab menejemen atas informasi
keuangan
d.
kesepakatan
mengenai reproduksi laporan keuangan auditan
e.
kesepakatan
mengenai bentuk laporan yang akan diterbitkan auditor untuk menyampaikan hasil
penugasan
f.
fakta
bahwa audit memiliki keterbatasan bawaan bahwa kekeliruan dan ketidak beresan
meterial tidak akan terdeteksi
g.
kesanggupan
auditor untuk menyampaikan informasi tentang kelemahan signifikan dalam
struktur pengendalian intern yang ditemukan oleh auditordalam auditnya
h.
akses
ke berbagai catatan dokumentasi dan informasi lain yang diharuskan dalam
kaitannya dengan audit.
i.
kesepakatan
mengenai dasar penentuan fee audit
Cara Dasar Penentuan Fee Audit
Fee audit merupakan
hal yang tidak kalah pentingnya di dalam penerimaan penugasan. Ada beberapa cara dalam penentuan
fee audit,
diantaranya:
1.
Per
diem basis; pada
cara ini fee audit ditentukan dengan dasar waktu yang digunakan oleh tim
auditor.
2.
Flat
atau kontrak basis; pada
cara ini fee audit dihitung sekaligus secara borongan tanpa
memperhatikan waktu audit yang dihabiskan.
3.
Maksimum
fee audit; cara
ini merupakan gabungan dari kedua cara diatas. Pertama kali tentukan tarif per
jam kemudian dikalikan dengan jumlah waktu tertentu tetapi dengan batasan
maksimum.
Faktor-Faktor Penentu Besarnya Fee Audit
1.
Karakteristik
keuangan, seperti tingkat penghasilan, laba, aktiva, modal dan lain-lain.
2.
Lingkungan, seperti persaingan, pasar tenaga
profesional dan
lain-lain.
3.
Karakteristik
operasi, seperti jenis industri, jumlah lini produk dan lain-lain.
4.
Kegiatan
eksternal auditor,
seperti pengalaman, tingkat koordinasi dengan internal auditor dan lain-lain.[5]
B. PERENCANAAN AUDIT
Tahap perencanaan
audit merupakan suatu tahap yang vital dalam audit. Kesuksesan audit sangat
ditentukan oleh perencanaan audit secara matang. Perencanaan audit meliputi
pengembangan strategi menyeluruh untuk merencanakan pelaksanaan audit.
Perencanaan audit sangat dipengaruhi oleh informasi yang diperoleh dalam tahap
pertimbangan penerimaan penugasan audit. Auditor perlu mempertimbangkan
informasi mengenai intergritas manajemen, kekeliruan dan ketidak beresan dan
pelanggaran hukum klien dalam merencanakan audit. Luas dan kelengkapan
perencanaan sangat tergantung pada :
1.
ukuran
dan kompleksitas perusahaan klien,
2.
pengalaman
auditor dengan klien,
3.
pengetahuan
dan kemampuan auditor beserta seluruh stafnya.
Perencanaan audit
biasanya dilakukan antara tiga hingga enam bulan sebelum akhir tahun buku
klien.[6]
Dalam perencanaan audit terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan:
1.
Menghimpun Pemahaman Bisnis Klien Dan Industri Klien
Penghimpunan
pemahaman bisnis dan industri klien dilakukan dengan tujuan untuk mendukung
perencanaan audit yang dilakukan auditor. Pemahaman tersebut akan digunakan
untuk merencanakan lingkup audit, memperkirakan masalah-masalah yang mungkin
timbul dan menentukan atau memodifikasi prosedur audit yang direncanakan. Hal
yang berkaitan dengan bisnis dan industri klien yang perlu dipahami auditor
adalah sebagai berikut:
a. jenis bisnis dan produk klien,
b. lokasi dan karakteristik operasi klien seperti metoda
produksi dan pemasaran,
c. jenis dan karakteristik industri,
d. eksistensi ada tidaknya pihak terkait yang mempunyai
hubungn erat dengan klien misalnya sama-sama anak perusahaan dari suatu holding
company,
e. peraturan
pemerintah yang mempengaruhi bisnis dan industri klien,
f. karakteristik laporan yang harus diberikan kepada
instansi tertentu.
Pemahaman auditor
tentang bisnis klien dan industri klien dapat diperoleh melalui:
a.
Mereview kertas kerja tahun lalu
Dalam
penugasan audit ulangan, auditor bisa memperoleh pengetahuan tentang klien
dengan mereview kertas kerja tahun lalu. Selain itu, kertas kerja menunjukkan
masalah-masalah yang mucul dalam audit pada tahun lalu yang mungkin akan
berlanjut pada tahun-tahun selanjutnya. Bagi klien baru, kertas kerja yang
disusun auditor pendahulu bisa membantu. Klien harus memberi ijin pada auditor
pengganti untuk mereview.
b.
Mereview data industri dan
data bisnis klien
Untuk memperoleh pengetahuan tentang
bisnis klien, auditor bisa:
1)
mereview anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga perusahaan,
2)
membaca notulen rapat dewan
komisaris dan dewan direksi untuk mendapatkan informasi-informasi tertentu,
3)
analisis laporan keuangan tahunan
dan interim, laporan pajak penghasilan, dan laporan ke instansi-instansi
terkait,
4)
mempelajari berbagai peraturan
pemerintah yang relevan,
5)
membaca kontrak-kontrak yang
belanjut,
6)
membaca publikasi-publikasi yang
berkaitan dengan industri dan perdagangan untuk mempelajari perkembangan bisnis
dan industri mutahir.
c.
Melakukan peninjauan ke tempat operasi klien
Dari peninjauan langsung ke pabrik,
auditor akan mengetahui tata-letak pabrik, proses operasi (produksi), fasilitas
pergudangan, dan hal-hal yang bisa menimbulkan masalah. Selama peninjauan ke
kantor, auditor akan mendapat pengetahuan tentang jenis dan lokasi catatan
akuntansi dan kebiasaan kerja para karyawan.
d.
Mengajukan pertanyaan pada
dewan komisaris maupun komite audit
Komite audit
dari dewan komisaris bisa memberi penjelasan penting kepada auditor mengenai
bisnis dan industri klien. Komite audit juga bisa memberi informasi kepada
auditor tentang perubahan-perubahan penting dalam manajemen perusahaan dan
struktur organisasi.
e.
Mengajukan pertanyaan pada manajemen
Pertanyaan yang diajukan kepada manajemen bisa menyangkut mengenai luas dan
saat keterlibatan personil klien dalam pembuatan daftar-daftar dan analisis
untuk auditor..
f.
Menentukan adanya hubungan istimewa
Prinsip
akuntansi yang berlaku umum mencakup keharusan membuat pengungkapan khusus dan
dalam hal tertentu menetapkan perlakuan akuntansi khusus, untuk
transaksi-transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
Ada tiga alasan utama
mengapa auditor merencanakan penugasan dengan tepat antara lain:
a.
Untuk memungkinkan auditor mendapatkan bukti yang tepat yang
mencukupi pada situasi yang dihadapi.
b.
Untuk membantu menjaga biaya audit tetap wajar.
c.
Untuk menghindari kesalah pahaman dengan klien.
Perancangan audit
awal melibatkan empat hal, yang semuanya harus dilakukan terlebih dahulu dalam
audit. Keempatnya adalah sebagai berikut:
a.
Auditor harus memutuskan apakah akan menerima seorang klien
baru atau melanjutkan pelayanan untuk klien yang telah ada sekarang.
b.
Auditor harus mengidentifikasi mengapa klien menginginkan
atau membutuhkan audit.
c.
Auditor memperoleh pemahaman klien tentang cara-cara
penugasan untuk menghindari kesalahpahaman.
d.
Dipilihnya staf untuk penugasan, termasuk bila dibutuhkannya
spesialis audit.[8]
2.
Melakukan
Prosedur Analitis
Prosedur Analitis
adalah evaluasi informasi keuangan yang dilakukan dengan mempelajari hubungan
logis antara data keuangan dan non keuangan. Prosedur analitis meliputi
perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat dengan ekspektasi auditor.
Penggunaan prosedur
analitis dalam tahapan perencanaan audit yang efektif, meliputi tahapan-tahapan
sistematis sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi perhitungan/Perbandingan yang
akan dibuat
Prosedur analisis yang digunakan dalam perencanaan
bisa berbeda-beda tergantung pada besarnya kompleksitas perusahaan klien,
ketersediaan data, dan pertimbangan auditor. Jenis perhitungan-perhitungan dan perbandingan yang
umum digunakan meliputi, perbandingan
data absolut, analisis
vertikal, analisa rasio dan analisis trend.
b. Mengembangkan ekspektasi atau harapan
Dalam mengembangkan
ekspektasi ini,
selain digunakan data keuangan, juga digunakan data non-keuangan. Sumber informasi yang
digunakan untuk mengembangkan harapan antara lain:
1) Informasi keuangan klien
periode-periode yang lalu dengan mempertimbangkan perubahan yang diketahui.
2) Hasil antisipasi berdasarkan
anggaran formal dan peramalan.
3) Hubungan antara elemen-elemen
informasi keuangan pada suatu periode.
4) Data industri.
c. Melakukan perhitungan/perbandingan
Tahap ini
menyangkut pengumpulan
data yang akan digunakan untuk menghitung jumlah-jumlah absolut dan selisih
persentase antara jumlah tahun ini dengan jumlah tahun yang lalu, menghitung
data common-size , rasio-rasio, dan sebagainya.
d. Menganalisis data dan mengidentifikasi perbedaan signifikan
Bagian penting dari
analisis adalah identifikasi fluktuasi dalam data yang tidak diharapkan atau
tidak ada fluktuasi yang diharapkan yang bisa memberi petunjuk meningkatnya
risiko tersajinya salah saji. Elemen yang paling kritis dalam proses ini adalah
memutuskan besarnya selisih atau fluktuasi yang akan diselidiki lebih lanjut.
e. Menyelidiki selisih tak diharapkan yang signifikan
Selisih tak
diharapkan harus diselidiki. Hal ini biasanya menyangkut peninjauan kembali
metode dan faktor-faktor yang digunakan
dalam mengembangkan
ekspektasi dan mengajukan pertanyaan kepada manajemen.
f. Menentukan pengaruh atas perencanaan audit
Selisih signifikan
yang tidak dapat dijelaskan alasan terjadinya, harus dipandang sebagai indikasi
kenaikan risiko salah saji dalam rekening atau rekening-rekening yang tercakup dalam perhitungan
atau perbandingan. Dalam keadaan demikian, auditor biasanya akan melakukan
pengujian yang lebih mendalam atas rekening tersebut. Dengan mengarahkan
perhatian auditor pada tempat-tempat yang memiliki risiko besar, prosedur analisis
bisa memberikan kontribusi yang besar pada pelaksanaan audit yang lebih efektif
dan efisien.
Prosedur analitis dalam auditing
digunakan dengan tujuan-tujuan:
a.
Membantu auditor dalam merencanakan
sifat, saat, dan luas prosedur audit lainnya.
b.
Pengujian substantif untuk
memperoleh bukti tentang asersi tertentu (berhubungan dengan saldo rekening
atau jenis transaksi).
c.
Review menyeluruh informasi keuangan
dalam laporan keuangan setelah diaudit.
Prosedur analitis dapat membantu
auditor dalam perencanaan dengan cara :
a.
Meningkatkan pemahaman auditor atas
usaha klien.
b.
Mengidentifikasi hubungan-hubungan
yang tidak biasa dan fluktuasi yang tidak diharapkan dalam data yang bisa
menunjukkan bidang-bidang yang kemungkinan mencerminkan risiko salah saji.[10]
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan:
1.
Sebelum menerima suatu penugasan, auditor harus memastikan
bahwa penugasan tersebut dapat diselesaikan sesuai dengan semua standar
profesional, termasuk standar auditing, kode etik akuntan, dan standar
pengendalian mutu.
2.
Tahap-tahap penting dalam penerimaan suatu penugasan meliputi:
evaluasi integritas manajemen, mengidentifikasi keadaan-keadaan khusus dan
resiko tak biasa, menentukan kompetensi, menilai independensi, menentukan bahwa
pekerjaan dapat dilaksanakan dengan cermat dan teliti, serta menerbitkan surat
penugasan.
3.
Penetapan perencanaan yang tepat merupakan pekerjaan yang
cukup sulit dalam melaksanakan audit yang efisien dan efektif. Tahapan-tahapan
perencanaan meliputi pekerjaan mendapatkan pemahaman tentang bisnis dan
industri klien dan melaksanakan prosedur analitis.
B.
SARAN
Dalam
makalah ini penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
dan semoga bisa menambah wawasan pembaca. Di sini penulis juga minta maaf
kepada pembaca jika ada kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini
atau ada persepsi yang berbeda dari pembaca, kami harap untuk dapat dimaklumi.
Selain itu
kami juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar kami
sebagai penulis bisa memperbaikinya untuk masa yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Jusup, Haryono. 2001. Auditing.
Yogyakarta : Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.
Mulyadi. 2002. Auditing.
Jakarta: Salemba Empat.
Alvin A. Arens, Randal J. Elder dan Mark S. Beasley. 2008. Auditing dan Jasa Assurance. Jakarta:
Erlangga.
http://morethanstorylife.blogspot.co.id/2014/04/auditing.html/ diakses pada 01/10/2015, pukul 14.42 WIB
http://rhelife.blogspot.co.id/2010/10/penerimaan-penugasan-dan-perencanaan.html/ diakses pada 01/10/2015, pukul 14.40 WIB
[1] Haryono Jusup, Auditing,
(Yogyakarta : Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, 2001), hlm. 169.
[3] Ibid, hlm. 123-124.
[5]
http://morethanstorylife.blogspot.co.id/2014/04/auditing.html/ diakses pada 01/10/2015, pukul 14.42 WIB.
[6] Haryono jusup, Op cit, hlm. 170.
[7] Haryono Jusup, hlm. 187.
[8] Alvin A. Arens, Randal J. Elder dan Mark S.
Beasley, Auditing dan Jasa Assurance,
(Jakarta: Erlangga, 2008), hlm. 270.
[9] Mulyadi, Op cit, hlm. 140.
[10] http://rhelife.blogspot.co.id/2010/10/penerimaan-penugasan-dan-perencanaan.html/ diakses pada 01/10/2015, pukul 14.40 WIB.
0 komentar:
Posting Komentar