Jumat, 18 September 2015

MAKALAH ASPEK HUKUM DAN KELEMBAGAAN ASURANSI



BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG

Tata pergaulan masyarakat khusunya masyarakat modern seperti sekarang ini, membutuhkan suatu institusi atau lembaga yang bersedia mengambil alih resiko-resiko kelompok. Suatu lembaga atau institusi pada hakikiatnya berada dan ada ditengah-tengah masyarakat. Berbagai jenis lembaga ada dan dikenal dalam masyarakat masing-masing mempunyai tugas sendiri, sesuai dengan maksud tujuan dari setiap lembaga yang bersangkutan. Lembaga merupakan salah satu organ masyarakat, oleh karena itu setiap lembaga tidak mungkin berdiri sendiri, dan sebagai organ masyarakat, maka lembaga itu ada dan berada di masyarakat. Lembaga yang merupakan organ masyarakat, keberadaannya haruslah dalam suatu kegiatan yang memberikan pengabdian kepada masyarakat, maka ia dapat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat pula.
Pada hakikiatnya suatu lembaga selalu melakukan tindakan bukan untuk kepentingan sendiri, tetapi untuk memenuhi tugas-tugas social tertentu, yaitu untuk memuaskan kebutuhan khusus dari masyarakat, kelompok orang atau perorangan.
Perusahaan merupakan salah satu lembaga yang terdapat dalam masyarakat yang keberadaannya mempunyai tugas-tugas khusus, yaitu suatu karya ekonomi. Dalam masyarakat modern seperti saat sekarang ini, perusahaan asuransi mempunyai peranan yang sangat luas jangkauanya yang menyangkut kepentingan-kepentingan sosial maupun kepentingan ekonomi. Asuransi yang merupakan suatu lembaga ini ia juga dapat menjangkau kepentingan-kepentingan masyarakat luas dan kepentingan-kepentingan individu. Perusahaan asuransi secara terbuka menawarkan suatu proteksi atau perlindungan dan harapan pada masa yang akan datang, baik kepada kelompok maupun perorangan. Asuransi sebagai suatu lembaga yang mana lembaga-lembaga asuransi ini diperlukan pengaturan yang berkaitan tentang lembaga asuransi, pengawasan tentang lembaga asuransi, kegiatan-kegiatan usaha yang ada pada asuransi, dan pengizinan asuransi. Maka di dalam makalah ini penulis akan membahas tentang masalah yang berkaitan dengan aspek hukum dan kelembagaan asuransi.

B.       RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana aspek hukum dalam asuransi?
2.      Bagaimana kelembagaan asuransi di Indonesia?

C.      TUJUAN
1.      Mengetahui aspek hukum dalam asuransi.
2.      Mengetahui kelembagaan asuransi di Indonesia.



BAB II
PEMBAHASAN

A.      ASPEK HUKUM DALAM ASURANSI

1.    Pengaturan Asuransi
a.         KUHPerdata
b.         KUHD (Ps. 246 s/d 308)
c.         UU Nomor 2 Th 1992 tentang Usaha Perasuransian
d.        Keppres RI No. 40 Th ttg Usaha di Bidang Asuransi Kerugian
e.         Keputusan Menteri Keuangan RI No. 1249/KMK.013/1988 tentang Ketentuan & Tata Cara Pelaksanaaan Usaha di Bidang Asuransi Kerugian
f.          KMK RI No. 1250/KMK.013/1988 ttg Usaha Asuransi Jiwa.

2.    Pengertian Asuransi
a.         Pasal 246 KUHD: Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
b.         Pasal 1 UU No. 2 Th 1992: Asuransi (pertanggungan) adalah perjanjian dua pihak, dengan nama pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, utk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yg diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.[1]

3.    Unsur-unsur Asuransi Pasal 246 KUHD
a.         Adanya kepentingan (Psl 250 jo 268 KUHD)
b.         Adanya peristiwa tak tentu
c.         Adanya kerugian

B.       POKOK-POKOK KELEMBAGAAN ASURANSI
1.    Perizinan Lembaga Asuransi
Setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib memperoleh izin usaha dari menteri keuangan, kecuali bagi perusahaan yang menyelenggarakan program asuransi sosial (pasal 9 ayat 1 undang-undang nomor 2 tahun 1992). Khusus bagi Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan program asuransi sosial, fungsi dan tugasnya sebagai penyelenggaraan program tersebut dituangkan dalam peraturan pemerintah. Ini berarti bahwa pemerintah memang menugaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bersangkutan untuk melaksanakan suatu program asuransi sosial yang telah diputusakan untuk dilaksanakan oleh pemerintah. Oleh karena itu bagi BUMN yang dimaksud tidak perlu memperoleh izin usaha dari menteri keuangan.[2]
Untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 1 undang- undang nomor 2 tahun 1992 harus dipenuhi persyaratan mengenai yang terdapat pada ayat 2 yaitu:
                     a.            Anggaran dasar
                     b.            Susunan organisasi
                     c.            Permodalan
                     d.           Kepemilikan
                     e.            Keahlian dibidang peransuransian
                     f.            Kelayakan rencana kerja
                     g.            Hal-hal yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha peransuransian secara sehat.[3]

Keahlian dibidang perasuransian yang dimaksud dalam ketentuan ini mencakup antara lain keahlian dibidang aktuaria, underwriting, manajemen resiko, penilaian kerugian asuransi, dan sebagainya sesuai dengan kegiatan usaha perasuransian yang dijalankan.
Dalam hal ini terdapat kepemilikan hak asing, maka untuk memperoleh izin usaha wajib dipenuhi persyarat dalam ayat 2 serta ketentuan mengenai batas kepemilikan dan kepengurusan pihak asing pasal 9 ayat 3 undang-undang nomor 2 tahun 1992.[4]
Dalam pengertian “batas kepemilikan dan kepengurusan pihak asing” termasuk pula pengertian tentang proses indonesianisasi. Dengan adanya ketentuan ini diharapkan perasuransian Nasional semakin dapat bertumpu pada kekuatan sendiri. Pemberian izin usaha perasuransian dilakukan dalam 2 tahap yaitu:
a.         Pemberian persetujuan prinsip.
b.         Pemberian izin usaha.
Akan tetapi, persetujuan prinsip bagi agen asuransi dan konsultan aktuari tidak diperlukan. Persetujuan prinsip berlaku untuk jangka waktu 1 tahun. Apabila dalam jangka waktu tiga bulan sejak tanggal izin usaha ditetapkan, perusahaan perasuransian bersangkutan tidak menjalankan kegiatan usahanya, maka izin usaha perasuransian dapat dicabut.[5]

2.    Fungsi dan Tujuan Asuransi
a.         Fungsi
1)    Pengalihan Resiko; Sebagai sarana atau mekanisme pengalihan kemungkinan resiko/kerugian (chance of loss) dari tertanggung sebagai ”Original Risk Bearer” kepada satu atau beberapa penanggung     (a risk transfer mechanism). Sehingga ketidakpastian (uncertainty) yang berupa kemungkinan terjadinya kerugian sebagai akibat suatu peristiwa tidak terduga, akan berubah menjadi proteksi asuransi yang pasti (certainty) merubah kerugian menjadi ganti rugi atau santunan klaim dengan syarat pembayaran premi.

2)    Penghimpun Dana; Sebagai penghimpun dana dari masyarakat (pemegang polis) yang akan dibayarkan kepada mereka yang mengalami musibah, dana yang dihimpun tersebut berupa premi atau biaya berasuransi yang dibayar oleh tertanggung kepada penanggung, dikelola sedemikian rupa sehingga dana tersebut berkembang, yang kelak akan dipergunakan untuk membayar kerugian yang mungkin akan diderita salah seorang tertanggung.

3)    Premi Seimbang; Untuk mengatur sedemikian rupa sehingga pembayaran premi yang dilakukan oleh masing – masing tertanggung adalah seimbang dan wajar dibandingkan dengan resiko yang dialihkannya kepada penanggung (equitable premium). Dan besar kecilnya premi yang harus dibayarkan tertanggung dihitung berdasarkan suatu tarip premi (rate of premium) dikalikan dengan Nilai Pertanggungan.

b.         Tujuan
1)    Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.
2)    Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan  pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya.
3)    Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu  dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.
4)    Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
5)    Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.

3.    Prinsip Dasar Asuransi
Dalam dunia asuransi ada 6 macam prinsip dasar yang harus dipenuhi, yaitu:
a.         Insurable interest, adalah hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan keuangan antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui secara hukum. Jadi, Anda dikatakan memiliki kepentingan atas obyek yang diasuransikan apabila Anda menderita kerugian keuangan seandainya terjadi musibah yang menimbulkan kerugian atau kerusakan atas obyek tersebut.
b.         Utmost Good Faith, adalah suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua fakta yang material mengenai sesuatu yang akan diasuransikan baik diminta maupun tidak. Artinya si penanggung harus dengan jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya syarat dan kondisi dari asuransi dan si tertanggung juga harus memberikan keterangan yang jelas dan benar atas obyek atau kepentingan yang dipertanggungkan.
c.          Proximate Cause, adalah suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan rantaian kejadian yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu yang diawali dan secara aktif oleh sumber yang baru dan independen. Jadi apabila kepentingan yang diasuransikan mengalami musibah atau kecelakaan, maka pertama-tama dicari sebab-sebab yang aktif dan efisien yang menggerakkan suatu rangkaian peristiwa tanpa terputus sehingga pada akhirnya terjadilah musibah atau kecelakaan tersebut. Suatu prinsip yang digunakan untuk mencari penyebab kerugian yang aktif dan efisien adalah: "Unbroken Chain of Events" yaitu suatu rangkaian mata rantai peristiwa yang tidak terputus.
d.         Indemnity, adalah suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian (KUHD pasal 252, 253 dan dipertegas dalam pasal 278).
e.         Subrogation, adalah pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim dibayar. Prinsip subrogasi diatur dalam pasal 284 kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yang berbunyi: "Apabila seorang penanggung telah membayar ganti rugi sepenuhnya kepada tertanggung, maka penanggung akan menggantikan kedudukan tertanggung dalam segala hal untuk menuntut pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian pada tertanggung".
f.          Contribution, adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut memberikan indemnity. Anda dapat saja mengasuransikan harta benda yang sama pada beberapa perusahaan asuransi. Namun bila terjadi kerugian atas obyek yang diasuransikan maka secara otomatis berlaku prinsip kontribusi.[6]

4.    Kegiatan Usaha Lembaga Asuransi
Jenis bidang usaha perasuransian menurut pasal 3 UU No. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, dibagi atas:
a.         Usaha Asuransi
Yang mana kegiatan usaha asuransi ini baik asuransi jiwa, kerugian dan reasuransi,[7] adalah dalam setiap pemasaran program asuransi harus diungkapkan informasi yang relevan, tidak ada yang bertentangan dengan persyaratan dicantumkan dalam polis. Pemasaran program asuransi adalah setiap kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung dilakukan untuk menarik calon bertanggung, termasuk kegiatan promosi, iklan, brosur, dan propektus. Pasal 18 peraturan pemerintah nomor 73 tahun 1992 menentukan bahwa perusahaan asuransi harus lebih dahulu melaporkan kepada menteri keuangan setiap program asuransi baru yang dipasarkan. Perusahaan asuransi dilarang memasarkan program asuransi baru yang tidak memenuhi ketentuan pasal 19 dan pasal 20 – 23 peraturan pemerintah nomor 73 tahun 1992.
Sedangkan kegiatan asuransi social hanya dapat diselenggarakan oleh BUMN terhadap perusahaan yang menyelenggarakan program yang berlaku ketentuan mengenai pembinaan dan pengawasan dalam undang-undang pasal 14 Nomor 2 tahun 1992. Perusahaan yang menyelenggarakan salah satu jenis asuransi, yaitu asuransi jiwa atau asuransi kerugian atau kombinasi antara keduanya.[8]

b.         Usaha penunjang usaha asuransi, terdiri dari:
1)    Usaha pialang asuransi yang mana kegiatanya memberikan jasa perantara dalam penutupan kontrak asuransi dan penanggulangan penyelesaian ganti rugi asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.
2)    Usaha penilaian kerugian asuransi, memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada objek asuransi yang dipertanggungkan.
3)    Usaha konsultan aktuari yang memberikan jasa segala jenis perhitungan matematis yang berkenaan dengan asuransi.
4)    Usaha agen memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.

5.    Pembinaan dan Pengawasan Lembaga Asuransi
Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Usaha Asuransi di Indonesia Pasal 10 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 menentukan bahwa pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian dilakukan oleh Menteri Keuangan. Selanjutnya, dalam pasal 11 dinyatakan pula bahwa pembinaan dan pengawasan perusahaan perasuransian tersebut meliputi:
a.         Kesehatan keuangan, bagi perusahaan asuransi jiwa, kerugian, dan reasuransi, meliputi: Batas Tingkat Solvabilitas; Retensi Sendiri; Reasuransi; Investasi; Cadangan teknis; Lain-lain yang berhubungan dengan kesehatan keuangan.
b.         Penyelenggaraan usaha, yang meliputi syarat-syarat polis asuransi; tingkat premi; penyelesaian klaim; persyaratan keahlian di bidang perasuransian; Hal-hal lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan usaha. 

Pembinaan dan pengawasan seperti tersebut di atas termasuk jenis pengawasan "aktif". Sedangkan pengawasan "pasif" dapat dilakukan melalui kewajiban-kewajiban perusahaan asuransi, yang terdiri dari:
a.         setiap perusahaan asuransi wajib menyampaikan neraca perhitungan laba rugi perusahaan beserta penjelasannya kepada menteri
b.         setiap perusahaan asuransi wajib menyampaikan laporan operasional kepada menteri
c. setiap perusahaan asuransi wajib mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi perusahaan dalam surat kabar harian di Indonesia yang memiliki peredaran luas
d. khusus untuk asuransi jiwa, perusahaan asuransi wajib menyampaikan laporan investasi kepada menteri.

Dalam Keputusan Presiden RI Nomor. 40 Tahun 1989 Tentang Usaha di Bidang Asuransi Kerugian, diatur bahwa yang berwenang mengadakan pembinaan dan pengawasan usaha asuransi adalah Menteri Keuangan. Pembinaan dan pengawasan tersebut ditujukan untuk semua perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, perusahaan Broker Asuransi dan Adjuster Asuransi. Terdapat lembaga syariah yang melakukan pembinaan dan pengawasan perusahaan asuransi syariah di Indonesia, yaitu Dewan Pengawas Syariah, Dewan Syariah Nasional, dan Badan Arbitrase Syariah Nasional.

6.    Polis dan Premi Asuransi  

Dalam hukum asuransi, dikenal kata polis dan premi.
a.         Polis Asuransi 
Suatu perjanjian asuransi atau pertanggungan bersifat konsensual (adanya kesepakatan), harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta antara pihak yang mengadakan perjanjian. Pada akta yang dibuat secara tertulis itu dinamakan “polis”. Jadi, polis adalah tanda bukti perjanjian pertanggungan yang merupakan bukti tertulis.[9]

b.         Premi Asuransi
Premi dalam asuransi atau pertanggungan adalah kewajiban tertanggung, dimana hasil dari kewajiban tertanggung akan digunakan oleh penangung untuk mengganti kerugian yang diderita tertanggung. 
Premi biasanya ditentukan dalam suatu presentase dari jumlah pertanggungan, dimana dalam presentase menggambarkan penilaian penanggung terhadap resiko yang ditanggungnya, penilaian penanggung berbeda-beda, akan tetapi hal ini dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawaran.[10]




BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan,
1.      Pengertian otentik tentang asuransi yang saat ini berlaku adalah sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 2 Th 1992 tentang Usaha Perasuransian.
2.      Setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib memperoleh izin usaha dari menteri keuangan, kecuali bagi perusahaan yang menyelenggarakan program asuransi sosial.
3.      Dalam dunia asuransi ada 6 macam prinsip dasar yang harus dipenuhi, yaitu: Insurable interest, Utmost Good Faith, Proximate Cause, Indemnity, Subrogation, dan Contribution. 
4.      Jenis bidang usaha perasuransian menurut pasal 3 UU No. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, dibagi atas usaha asuransi dan usaha penunjang usaha asuransi.
5.      Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Usaha Asuransi di Indonesia Pasal 10 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 menentukan bahwa pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian dilakukan oleh Menteri Keuangan.
6.      Dalam hukum asuransi, dikenal kata polis dan premi.

B.       SARAN
Dalam makalah ini penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan semoga bisa menambah wawasan pembaca. Di sini penulis juga minta maaf kepada pembaca jika ada kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini atau ada persepsi yang berbeda dari pembaca, kami harap untuk dapat dimaklumi.
Selain itu kami juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar kami sebagai penulis bisa memperbaikinya untuk masa yang akan datang.



DAFTAR PUSTAKA

K. Lubis, Suhrawardi. 2000. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Muhammad, S.H., Prof. Abdulkadir. 2002.  Hukum Asuransi Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Undang-undang No 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian.
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992  tentang penyelenggaraan usaha perasuransian Pasal 9 dan Pasal 10.
Darmawi, Drs. Herman. 2001. Manajemen Asuransi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Purba, R adiks. 1995.  Memahami Asuransi di Indonesia. Jakarta : Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen.
Simanjuntak, Emmy Pangaribuan. 1990. Hukum Pertanggungan. Yogyakarta: Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum UGM.



[1] Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hlm.72.
[2] Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H.,  Hukum Asuransi Indonesia,( Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 26.
[3] Ibid, hlm. 26.
[4] Undang-undang No 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian.
[5] Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992  tentang penyelenggaraan usaha perasuransian Pasal 9 dan Pasal 10.
[7] Drs. Herman Darmawi, Manajemen Asuransi,( Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2001), hlm. 27.
[8] Abdulkadir Muhammad, Op cit, hlm 36-38.
[9] R adiks Purba, Memahami Asuransi di Indonesia, (Jakarta : Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen, 1995),hlm. 59.
[10] Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan, (Yogyakarta : Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum UGM, 1990), hlm. 41.

0 komentar:

Posting Komentar